KEPENDUDUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Permasalahan pertambahan penduduk telah menjadi prioritas kebijakan dalam pembangunan di Indonesia. Diawali dengan perhatian pada pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan yang dibarengi dengan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk. Pemahaman yang berbeda terhadap perubahan penduduk serta faktor - faktor yang terkait dengannya memiliki pengaruh yang berbeda juga kepada kebijakan pemerintah. Berdasarkan sejarah kependudukan, terdapat dua pandangan terhadap perubahan penduduk. Pandangan yang pertama menyatakan pembangunan mempunyai pengaruh terhadap perubahan penduduk, artinya penduduk berfungsi sebagai dependent variabel. Pandangan kedua menyatakan kondisi kependudukan akan mempengaruhi pembangunan yang dilaksanakan. Dalam hal ini penduduk menjadi independent variable. Pertumbuhan Penduduk dan Pembangunan Ekonomi. Memperhatikan hal tersebut, sudah selayaknya apabila pemahaman terhadap teori penduduk terutama yang dikaitkan dengan pembangunan menjadi sangat penting.
Berbagai
teori yang diungkapkan terdahulu telah menjadi inspirasi dari berbagai
pandangan mengenai kaitan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi.
Adam Smith berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan yang harmonis dan alami
antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan
penduduk tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa
jumlah penduduk dipengaruhi oleh permintaan terhadap tenaga kerja (demand for
labor) dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh produktivitas lahan.
Malthus merupakan orang pertama yang secara sistematis menggambarkan hubungan
antara penyebab dan akibat-akibat pertumbuhan penduduk. Dalam model dasarnya,
Malthus menggambarkan suatu konsep tentang pertambahan hasil yang semakin
berkurang (dimishing returns). Malthus menyatakan bahwa umumnya penduduk suatu negara
mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan
berlipat ganda setiap 30-40 tahun, kecuali bila terjadi bahaya kelaparan. Pada
saat yang sama, karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin
berkurang dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap (tanah dan sumber
daya alam) maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung.
Pembangunan
ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai
dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan
pendapatan bagi penduduk suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses
pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih
bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan
tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat
perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor
perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan,
sosial
dan teknik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor - faktor
tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non ekonomi.
Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi salah satu
diantaranya adalah sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan pembangunan
nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar
merupakan pasar potensial untuk memasarkan
hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar
produktivitas yang ada.
Faktor
ekonomi lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah
sumber daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah,
keadaan iklim/cuaca,
hasil hutan,
tambang,
dan hasil laut,
sangat mempengaruhi pertumbuhan industri
suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu,
keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah
bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi
(disebut juga sebagai proses produksi). Sementara itu, sumber daya modal
dibutuhkan manusia
untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan
untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang
modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi
karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
1.2 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang
kependudukan di Indonesia. Serta permasalahan – permasalahan yang di hadapi
oleh penduduk Indonesia, guna menyusun konsep – konsep dalam mempertahankan
ketahanan nasional negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENDUDUK
Penduduk adalah orang atau
sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat. Adapun yang dimaksud penduduk
Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia. Berdasarkan publikasi
dari Badan Pusat Statistik (BPS), hasil sensus pada tahun 2000
menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 202,9 juta jiwa. Dengan jumlah
penduduk yang demikian banyaknya, Indonesia menduduki urutan keempat
sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat.
Pertambahan
jumlah penduduk merupakan masalah pembangunan yang utama dan sukar diatasi,
para ahli menyarankan masalah pertambahan penduduk dinegara berkembang harus
segera diatasi untuk dapat mempercepat laju perkembangan ekonomi, yaitu dengan
program menekan laju pertambahan penduduk . Pada umumnya di Negara yang sedang
berkembang, pertambahan penduduk sangat tinggi dan besar jumlahnya.
Jumlah penduduk yang besar dapat menimbulkan: Jumlah pengangguran tinggi;
Jumlah tenaga kerja bertambah; Perpindahan penduduk dari desa ke kota;
Pengangguran dikota besar bertambah; Tingkat kemiskinan meningkat. Namun
usaha menekan laju pertambahan penduduk menghadapai beberapa kendala,
seperti Ekonomi; Sosial budaya; Keagamaan;PolitiK. Masalah tersebut yang
menghambat usaha menekan pertambahan penduduk dalam waktu yang singkat.
Beberapa
alasan yang melandasi pemikiran bahwa kependudukan merupakan faktor yang sangat
strategis dalam kerangka pembangunan nasional, antara lain adalah :
Pertama, kependudukan, dalam hal
ini adalah penduduk, merupakan pusat dari seluruh kebijaksanaan dan program
pembangunan yang dilakukan. Penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan.
Sebagai subyek pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga
mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat
dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa
pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar
seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan
tersebut. Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu
meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi
kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan
oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas
penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang
rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika
kependudukan baru akan terasa dalam jangka yang panjang. Karena dampaknya
baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali peranan penting
penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh,beberpa ahli kesehatan
memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif
terhadap kesehatan seseorang selama 25 tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan
demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada
generasi mendatang. Demikian pula, hasil program keluarga berencana yang
dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam beberapa
tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan
dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi
berikutnya.
2.2 MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
Masalah kependudukan
yang mempengaruhi ketahanan nasional :
Jumlah
penduduk; pertambahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh mortalitas, fertilitas,
dan migrasi. Segi negatif dari pertambahan penduduk adalah bila pertambahan ini
tidak seimbang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan tidak diikuti dengan
usaha peningkatan kualitas penduduk sehingga akan menimbulkan permasalahan
sosial seperti pengangguran yang langsung maupun tidak langsung akan melemahkan
ketahanan nasional.
Komposisi
penduduk; yaitu merupakan susunan penduduk berdasarkan pendekatan tertentu,
seperti umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, dsb. Komposisi penduduk
dipengaruhi oleh mortalitas, fertilitas, dan migrasi. Fertilitas berpengaruh
besar pada komposisi penduduk berdasarkan umur. Sebaliknya, pengaruh mortalitas
relatif kecil. Masalah yang dihadapi adalah dengan bertambahnya penduduk
golongan muda, timbulah persoalan penyediaan fasilitas pendidikan, lapangan
pekerjaan, dan sebagainya.
Persebaran
penduduk; persebaran yang ideal harus memenuhi persyaratan kesejahteraan dan
keamanan, yaitu persebaran yang proporsional. Pada kenyatannya, manusia ingin
bertempat tinggal di daerah yang aman dan terjamin kehidupan ekonominya. Karena
hal inilah mengapa sampai terjadi daerah tertentu yang terlampau padat, sedangkan
di daerah lainnya jarang penduduknya, bahkan sama sekali tak berpenduduk.
Kualitas
penduduk; kualitas penduduk dipengaruhi oleh faktor fisik dan nonfisik. Faktor
fisik meliputi kesehatan, gizi, dan kebugaran. Faktor nonfisik meliputi
kualitas mental dan kualitas intelektual. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi
masalah kependudukan ini antara lain melalui pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan, gerakan keluarga berencana, penyuluhan transmigrasi, peningkatan
kualitas, keterampilan, keceedasan, dan sikap mental serta peningkatan kondisi
sosial.
Masalah
kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan distribusi yang
tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu
angka fertilitas dan angka mortalitas yang sangat tinggi. Kondisi ini dianggap
tidak menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi. Hal itu diperkuat dengan
kenyataan bahwa kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih
diposisikan sebagai beban daripada modal pembangunan. Logika seperti itu secara
makro digunakan sebagai landasan kebijakan untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk memberikan justifikasi
mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan pembatasan jumlah anak.
Pada
awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah kependudukan, dan
treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran
kuantitatif. Hal ini sangat jelas dari target atau sasaran di awal program
keluarga berencana dilaksanakan di Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran
total (TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun 2000. Oleh karena itu, tidaklah
aneh apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih diwarnai oleh
target-target kuantitatif. Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.
Indikasi
keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan TFR yang
signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997 . Selama
periode tersebut TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI 1997).
Atau dengan kata lain selama periode tersebut TFR menurun hingga lima puluh
persen. Bahkan pada tahun 1998 angka TFR tersebut masih menunjukkan penurunan,
yaitu menjadi 2,6
Penurunan
fertilitas tersebut terkait dengan (keberhasilan) pembangunan sosial dan
ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah satu bentuk keberhasilan
kependudukan, khususnya di bidang keluarga berencana di Indonesia.
Namun
kritik tajam yang sering dikemukakan berkaitan dengan program keluarga
berencana adalah masih rendahnya kualitas pelayanan KB (termasuk kesehatan),
khususnya dalam level operasional di lapangan. Kritik terhadap kualitas
pelayanan (salah satunya tercermin dalam hal cara pemerintah mempopulerkan alat
kontrasepsi, misalnya melalui berbagai jenis safari) sejak awal sudah muncul,
tetapi hal itu dapat diredam sehingga tidak meluas melalui berbagai cara .
Dalam
pespektif yang lebih luas, persoalan fertilitas tidak hanya berhubungan dengan
jumlah anak sebab aspek yang terkait di dalamnya sebenarnya sangat kompleks dan
variatif, misalnya menyangkut perilaku seksual, kehamilan tak dikehendaki,
aborsi, PMS, kekerasan seksual, dan lain sebagainya yang tercakup di dalam isu
kesehatan reproduksi. Respons terhadap hal ini sebenarnya sudah dilakukan oleh
pemerintah, khususnya oleh BKKBN dan Meneg Kependudukan (lihat Country Report,
1998 dan Wilopo, 1997). Akan tetapi respons tersebut masih belum menyentuh
persoalan mendasar yang ada di dalamnya sehingga isu-isu tersebut belum
sepenuhnya tertangani dengan baik.
Kebijakan
kependudukan pada masa Orde Baru meskipun dari sisi kuantitatif telah
menunjukkan kemajuan yang berarti, namun masih meninggalkan banyak persoalan
yang mempunyai kemungkinan meningkat secara signifikan setelah krisis ekonomi.
Indikasi
kehamilan tak dikehendaki menjadi isu yang penting dalam fertilitas. Sebagai
contoh, ketika angka fertiliitas mencapai angka yang rendah sebagai akibat
internalisasi norma keluarga kecil di dalam masyarakat, maka setiap kehamilan
besar kemungkinannya adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Biasanya kehamilan
tersebut berkaitan dengan kegagalan kontrasepsi. Oleh karena itu, tidak
mustahil bahwa insiden kehamilan yang tidak dikehendaki berkaitan dengan
pencapaian keluarga berencana. Dalam konteks inilah isu mengenai kualitas
pelayanan menjadi penting, khususnya berkaitan dengan pertanyaan siapakah yang
bertanggung jawab terhadap kegagalan alat kontrasepsi dan bagaimana menangani
hal tersebut.
Penanganan
kehamilan yang tidak dikehendaki bukanlah hal yang mudah sebab kehamilan tak
dikehendaki juga berkaitan dengan isu aborsi. Hal ini terjadi khususnya apabila
kehamilan yang tidak dikehendaki tersebut hanya mistiming dan terjadi pada
wanita yang sudah menikah.
Akan
tetapi banyak kasus menunjukkan bahwa kehamilan yang tidak dikehendaki sering
terjadi pada wanita yang belum menikah sebagai akibat dari hubungan seks
pranikah. Dalam kasus ini maka solusi yang sering muncul adalah yang kedua
yaitu aborsi. Apabila solusi ini yang dipilih oleh si wanita, penyelesaiannya
dihadapkan pada undang-undang kesehatan yang tidak membolehkan aborsi kecuali
dengan alasan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Banyak kasus menunjukkan bahwa
aborsi masih menjadi pilihan untuk menyelesaikan kasus kehamilan yang tidak
dikehendaki, terutama bagi wanita lajang, meskipun hal itu bertentangan dengan
undang-undang yang berlaku. Akibatnya adalah bahwa terjadi aborsi illegal yang
seringkali membahayakan nyawa ibu karena dilakukan oleh orang yang tidak
mempunyai kompetensi.
kesehatan reproduksi.
Sementara
itu, isu lain yang terkait dengan kesehatan reproduksi adalah kasus pemerkosaan
yang tidak hanya menjadi isu internal, tetapi juga internasional, misalnya
pemerkosaan yang menimpa TKI perempuan di luar negeri. Selain isu mengenai
marital rape juga sudah muncul isu lain mengenai jumlah penderita HIV/AIDS,
yang cenderung meningkat secara tajam Situasi HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan
jumlah penderita HIV/AIDS pada tahun 1987 hanya 9 orang, namun pada akhir tahun
2005 meningkat tajam menjadi 9.370 orang (Sumber : Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Nasional). Illustrasi ini sekedar memberikan pemahaman bahwa ada banyak
masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi yang belum tertangani dengan
baik.
Pergeseran
masalah fertilitas dari sekedar masalah kuantitatif ke masalah yang lebih
mendasar sekaligus merupakan cerminan dari pergeseran pemahaman terhadap
fertilitas itu sendiri. Ketika orang mendiskusikan fertilitas semata-mata
mengenai jumlah anak, maka banyak aspek yang berkaitan, dengan hasil dari
perilaku reproduksi yang mempresentasikan lebih kepada faktor internal dari pada
faktor eksternal. Sebab persoalan-persoalan yang muncul kemudian adalah lebih
banyak ke perilaku reproduksi itu sendiri, bukan pada hasil dari perilaku. Pada
saat membicarakan perilaku reproduksi maka di dalamnya bekerja faktor eksternal
dan internal secara bersama-sama.
Faktor
eksternal yang dimaksud adalah faktor yang berada di luar individu, termasuk di
dalamnya faktor-faktor ekonomi sosial dan politik yang dalam skala tertentu
bahkan telah melewati batas ruang dan waktu. Sebagai contoh, masalah
berkembangnya kasus HIV/AIDS tidak semata-mata hanya dapat dijelaskan dari
perilaku individu, tetapi sudah menyangkut liberalisasi pasar yang tercermin
dengan semakin bebasnya arus barang dan manusia antar negara. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa setiap usaha untuk mengatasi persoalan tersebut harus
memperhatikan faktor eksternal.
Keterkaitan
antara masalah kependudukan dengan pembangunan sosial ekonomi terasa lebih
kental ketika krisis ekonomi mulai melanda negara-negara Asia. Krisis ekonomi
yang telah menyebabkan kenaikan harga barang dan menurunkan daya beli penduduk
telah menggeser skala prioritas bagi rumahtangga dalam membelanjakan uang.
Sebelum krisis karena proses internalisasi nilai (value) mengenai keluarga
berencana sudah sangat mendalam, kebutuhan alat kontrasepsi sudah masuk kedalam
prioritas dalam rumah tangga. Akan tetapi ketika krisis terjadi prioritas
tersebut bergeser karena harga alat kontrasepsi meningkat dengan tajam. Hal ini
akan menyebabkan dua kemungkinan, pertama adalah terjadinya peningkatan kasus
drop out pemakai alat kontrasepsi, dan kedua adalah perubahan penggunaan alat
kontrasepsi dari yang efektif ke kurang efektif. Hal ini ditunjang oleh
ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan subsidi terhadap harga kontrasepsi
karena keterbatasan dana, atau yang lebih kritis lagi adalah berkurangnya
persediaan alat kontrasepsi. Dalam jangka panjang hal ini bermuara pada efek
yang sama, yaitu peningkatan angka kelahiran. Dengan demikian, krisis ekonomi
dikhawatirkan akan mengganggu kesuksesan program keluarga berencana.
Bahasan
tersebut menjelaskan bahwa krisis ekonomi telah menyebabkan keterbatasan akses
masyarakat terhadap alat kontrasepsi, padahal peningkatan akses tersebut
merupakan salah satu kesepakatan Konferensi Internasional mengenai Kependudukan
dan Pembangunan di Cairo ((ICPD) tahun 1994, dan Indonesia bersungguh-sungguh
untuk melaksanakannya. Artinya usaha Indonesia untuk memperluas akses
masyarakat, salah satunya terhadap alat kontrasepsi, akan terhambat.
Penjelasan
tersebut hanya menyentuh salah satu sisi akibat dari krisis ekonomi, padahal
akibat menurunnya daya beli masyarakat juga telah menyebabkan begitu banyak
anak yang kekurangan gizi, yang dalam jangka panjang dikhawatirkan akan
mempengaruhi kualitas penduduk Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan bahwa hal
ini juga akan berdampak pada meningkatnya risiko kematian, khususnya bayi dan
anak.
Sementara
itu kombinasi antara ketidakinginan mempunyai anak disertai ketidakmampuan
membeli alat kontrasepsi tidak mustahil akan menghasilkan lebih banyak lagi
kasus kehamilan yang tidak dikehendaki, pada umumnya kasus kehamilan yang tidak
dikehendaki terjadi pada ibu yang berstatus sosial ekonomi rendah. Ini akan
menimbulkan masalah tersendiri yang cukup rumit. Sementara itu, sebagaimana
telah disebutkan diatas, kasus kehamilan yang tidak dikehendaki tidak hanya
terbatas terjadi pada perempuan dengan status menikah, tetapi juga perempuan
yang tidak menikah. Untuk kasus terakhir ini besar kemungkinan menghasilkan
kasus aborsi. Hal ini akan menambah persoalan aborsi yang pada dasarnya sudah
sangat serius di Indonesia.
Aborsi
merupakan problem yang serius karena di satu pihak aborsi adalah illegal,
tetapi di pihak lain demand terhadap aborsi cenderung meningkat. Akibatnya,
banyak aborsi dilakukan secara illegal di tempat-tempat yang (mungkin)
mengandung risiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan anak. Bayi yang
dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki akan mengalami masalah
psikologis dalam perkembangannya, dan hal itu tidak hanya menjadi tanggung
jawab keluarga/orang tua, tetapi juga menjadi tanggung jawab seluruh lapisan
masyarakat dan pemerintah.
Adapun masalah kependudukan yang
lain antaranya adalah
v Masalah akibat Angka Kelahiran
v Masalah Akibat Angka Kematian
v Masalah Komposisi Jumlah Penduduk
v Masalah Kependudukan dan Angkatan
kerja
v Masalah Mobilitas Penduduk Di
Indonesia
v Masalah Kepadatan Penduduk di
Indonesia
v Masalah Perkawinan dan
Perceraian.
2.3 PIRAMIDA PENDUDUK
Distribusi usia dan jenis kelamin penduduk dalam negara atau wilayah tertentu dapat digambarkan dengan suatu piramida penduduk. Grafik ini berbentuk segitiga, dimana jumlah penduduk pada sumbu X, sedang kelompok usia (cohort) pada sumbu Y. Penduduk lak-laki ditunjukkan pada bagian kiri, sedang penduduk perempuan di bagian kanan.
Piramida penduduk menggambarkan perkembangan penduduk dalam kurun
waktu tertentu. Negara atau daerah dengan angka kematian bayi yang rendah dan
memiliki usia harapan hidup tinggi, bentuk piramida penduduknya berbentuk
menyerupai kotak, karena mayoritas penduduknya hidup hingga usia tua.
Sebaliknya yang memiliki angka kematian bayi tinggi dan usia harapan hidup
rendah, piramida penduduknya berbentuk menyerupai genta (lebar di tengah), yang
menggambarkan tingginya angka kematian bayi dan tingginya risiko kematian.
Pengendalian penduduk adalah kegiatan membatasi pertumbuhan penduduk, umumnya dengan mengurangi jumlah kelahiran. Dokumen dari Yunani Kuno telah membuktikan adanya upaya pengendalian jumlah penduduk sejak zaman dahulu kala. Salah satu contoh pengendalian penduduk yang dipaksakan terjadi di Republik Rakyat Cina yang terkenal dengan kebijakannya ‘satu anak cukup’; kebijakan ini diduga banyak menyebabkan terjadinya aksi pembunuhan bayi, pengguguran kandungan yang dipaksakan, serta sterilisasi wajib.
Indonesia juga menerapkan pengendalian penduduk, yang dikenal dengan program Keluarga Berencana (KB), meski program ini cenderung bersifat tidak dipaksakan. Program ini dinilai berhasil menekan tingkat Pertumbuhan penduduk di indonesia
PENURUNAN
JUMLAH PENDUDUK
Berkurangnya jumlah penduduk menyebabkan turunnya jumlah populasi
pada sebuah daerah. Hal ini disebabkan oleh perpindahan daerah kesuburan atau
oleh emigrasi besar-besaran. Juga oleh penyakit, kelaparan maupun perang. Namun
seringkali oleh gabungan faktor-faktor tersebut. Di masa lampau penurunan
jumlah penduduk disebabkan terutama sekali oleh penyakit. Pada tahun-tahun
belakangan ini populasi penduduk Rusia dan tujuh belas bekas negara komunis
lainnya mulai menurun (1995-2005). Kasus Black Death di Eropa atau datangnya
penyakit-penyakit dari dunia lama ke Amerika merupakan faktor penyebab turunnya
jumlah penduduk.
TRANSFER PENDUDUK
Transfer penduduk adalah istilah untuk kebijakan negara yang
mewajibkan perpindahan sekelompok penduduk pindah dari kawasan tertentu,
terutama dengan alasan etnisitas atau agama. Kebijakan transmigrasi oleh
pemerintah Indonesia selama orde baru bisa dikategorikan transfer penduduk.
Perpindahan penduduk lainnya dapat pula karena imigrasi, seperti imigrasi dari
Eropa ke koloni-koloni Eropa di Amerika, Afrika, Australia, dan tempat-tempat
lainnya.
2.4 KONSEP KEPENDUDUKAN
Tinjauan Aspek
Kependudukan
Dalam
analisis demografi hubungan kependudukan dipetakan dalam tiga kelompok.
Interaksi ketiga kelompok tersebut dijelaskan sebagai berikut . Kelompok
pertama adalah kelompok perubahan-perubahan parameter dinamika kependudukan
yang mencakup fertilitis, mortalitas, dan mobilitas. Perubahan dalam kelompok
ini mempengaruhi kelompok kedua yaitu jumlah komposisi dan pertumbuhan
penduduk, perubahan kelompok kedua ini kemudian akan mempengaruhi kondisi
berbagai aspek : sosial,ekonomi,budaya dan lainnya. Pada kelompok ketiga berbagai
hal dari kelompok ketiga akan mempengaruhi kembali perubahan-perubahan
parameter dinamika kependudukan pada kelompok satu, kelompok kedua, dan
kelompok ketiga itu sendiri.
Pengkondisian
ketiga aspek tersebut dalam suatu rekayasa demografi akan
menciptakan suatu keadaan terjadinya transisi demografi yang dalam
jangka panjang akan merubah komposisi struktur umur dari proporsi
umur penduduk muda ke proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan usia harapan
hidup serta menurunnya angka ketergantungan hidup.
Keberhasilan
pembangunan bidang kependudukan dalam pengendalian jumlah kelahiran
melalui program KB dapat merubah pandangan masyarakat khususnya
para pasangan usia subur terhadap jumlah anak dari rata-rata ingin
punya anak 5,6 pada 1967 – 1970 menjadi 2,3 tahun 2007, artinya
jumlah anak yang diinginkan pada pasangan usia subur menurun dan
perubahan sikap pada media usia kawain pertama perempuan dari 19,2 tahun
menjadi 18,8 tahun.
Dari
kondisi tersebut berhasil menurunkan laju pertumbuhan penduduk dari
kondisi 2,3 persen antara tahun 1970 – 1990 menjadi 1,4 persen antara 1990 –
2000 dan sampai dengan 2005 telah menjadi 1.3 per tahun. Sehingga dari
kurun waktu tahun 1970 sampai dengan tahun 2009 telah mencegah 100 juta
kelahiran. Jika tidak ada upaya perubahan kondisi kependudukan
melalui pengendalian atau pengaturan jumlah kelahiran dapat dibayangkan
dampak sosial ekonomi dan efek lanjutan terhadap kulitas
sumber daya manusia yang menjadi obyek dan subyek dalam ketahanan nasional.
Pada
waktu yang bersamaan terjadi penurunan angka kematian bayi akibat upaya
peningkatan kesehatan, hal tersebut terjadi perubahan kondisi peningkatan
harapan hidup dari 1000 kelahiran bayi 145 diantaranya tidak mencapai
usia tahun pertama pada tahun 1971 menjadi dari 1000 bayi lahir hanya 35
yang meninggal sebelum usia satu tahun.
Keberhasilan
tersebut telah mengubah kondisi piramida penduduk serta
peningkatan usia harapan hidup dimana menurunnya angka kelahiran dan kematian
dan disertai angka peningkatan harapan hidup telah mengubah struktur umur
penduduk yakni menurunnya proporsi penduduk usia dibawah 15 tahun diikuti
dengan meningkatnya proporsi usia produktif 15-64 tahun dan meningkatnya
proporsi penduduk usia tua yaitu 65 tahun keatas.Penurunan proporsi anak
dibawah usia 15 tahun tentunya meringankan beban dalam upaya pemenuhan
kebutuhan dasar seperti pangan ,sandang, pelayanan kesehatan, perbaikan gizi
dan pendidikan sehingga menjadi peluang investasi upaya meningkatkan kualitas
SDM dari aspek pendidikan dan kesehatan.
Dampak
dari penurunan kelahiran dan penurunan kematian mengakibatkan
transisi demografi yakni penurunan fertilitas yang panjang bersamaan dengan
penurunan angka kematian dirasakan dalam jangka panjang
akibat terjadi perubahan struktur umur penduduk dari penduduk muda menjadi umur
peduduk dewasa, perubahan struktur umur penduduk menyebabkan
menurunnya angka ketergantungan (dependensi ratio) dari 86 per 100 pada
tahun 1971 menjadi 54 pada tahun 2000 artinya pada setiap 100 penduduk kerja
akan mempunyai tanggungan 54 penduduk non produktif pada kondisi
tersebut terjadi peluang untuk melakukan investasi dalam meningkatkan
kulitas sumber daya manusia pada sektor pendidikan dan kesehatan.
Penurunan
fertilitas yang diikuti dengan penurunan jumlah kematian bayi akan menyebabkan
proporsi penduduk usia kerja akan semakin besar dibandingkan dengan penduduk
muda. Usia prima produktifitas seseorang berdasarkan hasil
penelitian berada pada antara usia 20 – 54 tahun. Pada Kondisi usia
tersebut juga medorong pengkondisian SDM generasi lanjutan menjadi lebih
berkualitas seiring dengan peningkatan penghasilan.
Penurunan
fertilitas dan besarnya keluarga ideal memungkinkan perempuan mempunyai waktu
lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain yang bukan melahirkan dan merawat
anak karena masa melahirkan dan merawat anak menjadi pendek. Pada
kondisi ini menjadi peluang meningkatkan pendidikan dan ketrampilan
sehingga menjadi berkualitas dan siap untuk memasuki pasar
tenaga kerja. Jika kondisi ini berlanjut akan menciptakan poduktifitas
nasional dan tentunya akan memperkuat kondisi
ketahanan nasional.
Teori
tentang perubahan prilaku melahirkan yang menyebabkan menurunnya tingkat
fertilitas dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu;
1.
Teori atau hipotesa tentang yang berkaitan dngan faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi atau tujuan tentang jumlah anak ideal;
2.
Teori yang menerangkan penurunan fertilitas
karena adanya pengendalian kelahiran atau karena adanya alat kontrasepsi
yang memungkinkan tercapainya pengendalian kelahiran.
Teori
klasik transisi demografi adalah salah satu dari teori yang menjelaskan
perubahan persepsi tentang jumlah anak ideal yang lebih
kecil. Perubahan presepsi ini terjadi karena adanya perubahan akibat
pertumbuhan ekonomi, industrialisasi dan urbanisasi yang menyebabkan terjadinya
penurunan angka kematian. Pada kondisi tersebut mendorong pasangan
untuk melakukan perhitungan secara ekonomis tentang biaya
membesarkan anak. Jika jumlah anak terlalu banyak, anak akan
menjadi beban dan tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar.
Hubungan
antara kependudukan dari aspek kuantitas dan kualitas. Dari sudut jumlah
penduduk dapat bersifat negative maupun positif. Penduduk besar atau
banyak berkualitas dapat menjadi modal dalam pembangunan, sebaliknya penduduk
besar atau banyak akan menjadi beban bagi pembangunan jika kualitasnya rendah.
Jumlah penduduk sedikit namun berkualitas meskipun sumber alam terbatas
pertumbuhan ekonomi dapat berkembang atau tumbuh dengan pesat,sebaliknya jumlah
besar atau banyak kualitas sumber daya manusianya rendah, meskipun sumber daya
alam banyak akan berdampak kepada kondisi ketahanan nasional.
Berbagai
bukti empiris menunjukkan bahwa kemajuan suatu bangsa sebagian besar
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM); dan bukan oleh melimpahnya
sumber daya alam (SDA). Negara-negara maju saat ini pada umumnya tidak
mempunyai SDA yang memadai tapi mempunyai SDM yang tangguh. Sebaliknya banyak negara
berkembang (termasuk Indonesia) mempunyai SDM yang melimpah, tapi tanpa
diimbangi dengan SDM yang baik, tetap tertinggal dari negara-negara yang sudah
berkembang. Di samping program pendidikan dan kesehatan, program
pengaturan kelahiran mempunyai peran penting dalam pembangunan SDM. Di
samping secara makro berfungsi untuk mengendalikan kelahiran, secara
mikro bertujuan untuk membantu keluarga dan individu untuk mewujudkan
keluarga-keluarga yang berkualitas menuju kondisi ketahanan nasional yang
diharapkan
Dalam
kaitan tersebut peningkatan kondisi ketahanan nasional dari delapan aspek
keterkaitannya dengan program keluarga berencana tidak dapat dipisahkan
dari kebijakan pembangunan kependudukan secara umum. Salah satu
arah kebijakan pembangunan nasional mengamanatkan pentingannya “meningkatkan
kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran” dan “Program
Keluarga Berencana” salah satu dari lima program pokok bidang kependudukan dan
KB. “Program KB dilakukan dengan upaya-upaya peningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga”. Bahwa
program Kependudukan dan Keluarga Berencana sangat bermanfaat bagi pembangunan
sumber daya manusia yang berkualitas.
Kegagalan
program KB dalam mengendalikan angka kelahiran akan menggangu tatanan ketahanan
nasional sehingga berdampak kepada menciptakan kondisi mengurangi atau bahkan
meniadakan hasil-hasil pembangunan dan dapat menjadi beban yang sangat berat
bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai kebutuhan dasar masyarakat seperti
pangan, papan, lapangan kerja, kesehatan , pendidikan dan lain sebagainya
bahkan justru akan menurunkan kualitas SDM.
Oleh
karena itu konsep pembangunan berwawasan kependudukan melalui kebijakan
penduduk tumbuh seimbang harus menjadi cara agar tercipta kondisi ketahanan
nasional yang diharapkan dan menjadi strategis dalam menghadapi tantangan dari
luar maupun dari dalam pada era desentralisasi dan globalisasi.
Tinjauan Aspek Ekonomi
Dari
berbagai literatur tulisan kependudukan dan pembangunan disebutkan bahwa
salah satu modal dasar pembangunan adalah penduduk yang berkualitas sangat
penting dan strategis bagi pembangunan disegala bidang. Artinya jumlah penduduk
berkualitas yang mempunyai kompetensi dapat dibina dan didayagunakan secara
efektif dan akan menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi dan sangat
menguntungkan bagi ketahanan nasional.
Dalam
Teori Capital; modal adalah uang yang diubah menjadi suatu barang dagangan
untuk diubah kembali dari suatu barang dagangan menjadi lebih banyak uang dari
pada jumlah aslinya. Selanjutnya dikatakan dari barang tersebut ada unsur atau
komponen tenaga kerja (labour) kumpulan upah yang dibayarkan kepada pekerja
dikonsumsi kepada barang-barang sekunder maupun primer akan menumbuhkan tingkat
produksi, produksi meningkat akan menambah jumlah investasi sedang upah yang
tidak dibayarkan oleh produsen (ada selisih antar jam kerja dengan upah yang
diterima. Karl Marx dalam bukunya (Das Capital) nilai lebih tersebut oleh
produsen dijadikan kembali modal dan seterusnya demikian pada akhirnya menjadi
salah satu sumber investasi.
Tumbuhnya investasi akan menyerap tenaga
kerja, manusia bekerja akan memperoleh upah, upah sebagian dikonsumsi dan
sebagian ditabung, jumlah tabungan tersebut oleh Bank disalurkan untuk kredit
salah satunya untuk investasi ,proses akumulasi tersebut menumbuhkan
perekonomian nasional yang akan tercermin dalam Produk Domestic Bruto.
Model-model
ekonomi tentang tabungan yang berhubungan langsung dengan penduduk adalah
age dependency model, dengan landasan pemikiran bahwa terhindarnya
kelahiran bayi akan menyebabkan menurunnya sejumlah konsumsi yang
mendorong meningkatnya tabungan dan selanjutnya menyebabkan terjadinya
pembentukan modal. Selain itu ada model accounting effects dan behavioral
effect dimana penduduk muda dan penduduk lansia mengkonsumsi barang
melebihi apa yang bisa mereka bisa produksi. Sedangkan penduduk usia kerja
cenderung mempunyai tingkat output tinggi dan cenderung mempunyai tingkat
tabungan yang lebih tinggi. Penelitian juga menemukan bahwa penduduk mulai
menabung lebih banyak pada usia 40 – 65 tahun dimana pada kondisi
tersebut tidak terbebani oleh pembiayaan pengurusan anak.
Peningkatan
jumlah penduduk usia kerja akan meningkatkan tersedianya modal manusia
(human capital) dalam jumlah yang banyak. Penurunan angka kematian dan
meningkatnya harapan hidup manusia akan meningkatkan propensitas (bagian
kekayaan yang diinvestasikan) orang tua untuk menanamkan investasi modal
manusia dalam diri anak-anak. Perbaikan kesehatan dan penurunan kematian akan
memicu akumulasi modal (human capital accumulation).
Peningkatan
harapan hidup manusia sampai 45-55 tahun diperkirakan menjadi pemicu terkuat
investasi modal manusia karena ini merupakan usia yang menentukan dimana
investasi sumber daya manusia terbayar kembali. Peningkatan harapan hidup
ini telah mengubah gaya hidup masyarakat di segala aspek kehidupan. Sikap dan
prilaku masyarakat tentang pendidikan, keluarga, masa pensiun peranan perempuan
dalam pekerjaan mengalami pergeseran hal ini menyangkut perubahan sosial dan
budaya yang pada akhirnya pandangan terhadap manusia meningkat dan
dihargai sebagai aset bukan hanya faktor produksi.
Korelasi
dua komponen tersebut mengkondisikan meningkatnya kesejateraan penduduk dengan
semakin sejahtera, kualitas sumber daya manusia meningkat seiring
membaiknya tingkat penghasilan masyarakat yang tercermin dari
pengeluaran riil per kapita penduduk. Ketidak berhasilan dalam mengendalikan
kelahiran dan menjadikan penduduk yang berkualitas akan menjadikan pertumbuhan
ekonomi tidak dapat memberi manfaat kepada kemakmuran masyarakat.Dengan kata
lain pertumbuhan ekonomi harus diupayakan setinggi mungkin, pertumbuhan
penduduk harus dikendalikan, kualitas SDM dan produktifitas harus
ditingkatkan sehingga memperkokoh kondisi ketahanan nasional.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dengan konsep pembangunan berwawasan
kependudukan (people center development) akan mendorong peningkatan kualitas
SDM dengan meningkatnya kualitas SDM akan mendorong produktifitas sehingga akan
semakin berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional yang
akan memperkuat ketahanan nasional, sebaliknya kokohnya ketahanan nasional akan
mendorong lajunya pembangunan.
2.5 KETERKAITAN PENDUDUK DENGAN KETAHANAN NASIONAL
Ketahanan
nasional diartikan sbg kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri ats
ketangguhan serta keuletan & kemampuan utk mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan & gangguan baik yang
datang dari dalam maupun luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang
mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan
negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional. Analisa
kependudukan berkaitan dengan ketahanan nasional sebagai akibat dari perubahan
jumlah, komposisi, perimbangan dan persebaran.
Dalam
perspektif ketahanan nasional, kependudukan merupakan salah satu aspek
kehidupan nasional, yaitu salah satu gatra dari delapan gatra (Asta Gatra).
Kedelapan gatra yang dimaksud terdiri dari Trigatra yang meliputi: geografi,
kekayaan alam dan kependudukan; serta Panca gatra yang meliputi: ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Penduduk
sebagai sumber daya manusia merupakan modal dasar yang penting dalam
penyelenggaraan konsepsi ketahanan nasional, akan tetapi dalam kenyataannya,
ledakan penduduk dapat menimbulkan tekanan yang besar pada sumber daya yang terbatas
dan berpengaruh pada ketahanan nasional. Masalah pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali dapat menimbulkan masalah sosial seperti kemiskinan, rendahnya
tingkat kesehatan, tekanan atau pengrusakan terhadap lingkungan, pengangguran
dan juga gangguan keamanan, bahkan dapat pula menimbulkan peperangan antara
satu negara dengan negara lainnya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan sistem
kependudukan yang baik agar masalah-masalah yang munculn dari problem
kependudukan tidak berimbas pada terjadinya kriminalitas.
2.6 KONSEP – KONSEP MENGHADAPI HATG
Untuk mempertahankan
Ketahanan Nasional dari aspek kependudukan, perlu adanya solusi pemecahan
masalah yang nantinya akan mengurangi dampak negatif dari permasalahan
kependudukan yang ada. Beberapa konsep dalam menghadapi hambatan, ancaman,
tantangan, dan gangguan ( HATG ) dari aspek kependudukan ialah sebagai berikut
:
1.
Untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk, di upayakan agar pembangunan harus
dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk, agar seluruh penduduk
dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut.
2.
Kondisi
kependudukan sangat mempengaruhi pembangunan, oleh karena itu jumlah penduduk
yang besar harus diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai, yang nantinya
akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat diperoleh dengan upaya
dari pemerintah yang memberikan kemudahan dalam memperoleh pendidikan yang
layak dan sesuai dengan standart kompetensi nasional.
3.
Pemerintah
di tuntut agar membuat kebijakan – kebijakan dalam usaha memaksimalkan kondisi
sumber daya manusia Indonesia yang akan datang, yang nantinya merupakan tolak
ukur kualitas penduduk yang sangat berpengaruh pada ketahanan nasioanal
Indonesia.
4.
Pemerintah
dalam usaha menyikapi jumlah penduduk yang besar agar berada pada garis
kesejahteraan harus mengoptimalkan distribusi yang merata bagi seluruh penduduk
Indonesia, hal tersebut tentu harus didukung dengan kerja sama yang baik antara
pemerintah dan penduduk tersebut.
5.
Tingkat
Fertilitas dan mortalitas yang tinggi juga menjadi masalah besar bagi
pemerintah dalam sisi pembangunan ekonomi. Dalam hal ini pemerintah harus
berupaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan memberikan
pengertian kepada penduduk mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan
pengaturan pembatasan jumlah anak.
6.
Akibat
dari krisis ekonomi, ialah menurunnya daya beli masyarakat, juga menyebabkan
kekurangan gizi pada anak. Dalam hal ini pemerintah harus berupaya dalam
menekan tingkat inflasi yang terjadi dalam masyarakat, juga memberikan subsidi
– subsidi pada sektor rumah tangga, terutama dalam pemenuhan kebutuhan
rumahtangga seperti sembako dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
7.
Jumlah
angkatan kerja yang menganggur di Indonesia juga semakin tinggi, hal ini
disebabkan jumlah antara lapangan pekerjaan dengan angkatan kerja yang ada
tidak memadai. Dalam hal ini di harap kan ke pada pemerintah untuk membuka
lapangan kerja baru, atau pun memudahkan investor asing untuk membuka lapangan
kerja di Indonesia, sehingga dapat menyerap angkatan kerja yang besar.
8.
Kepadatan
Penduduk juga merupakan masalah yang serius bagi pembangunan, oleh karena itu
pentingnya transmigrasi penduduk yang merata, dari daerah – daerah yang padat
penduduknya di transmigrasi ke daerah yang sedikit penduduknya. Namun hal ini
harus didukung dengan fasilitas umum yang memadai, seperti listrik, air bersih,
fasilitas pasar, dan kesehatan masyarakat.
9.
Untuk
memperkokoh kondisi ketahanan nasional, pertumbuhan ekonomi harus diupayakan
setinggi mungkin, pertumbuhan penduduk harus dikendalikan, kualitas SDM dan
produktifitas harus di tingkatkan.
10.
Konsep
berwawasan kependudukan akan mendorong peningkatan kualitas SDM, dengan
meningkatnya kualitas SDM akan mendorong produktifitas sehingga akan semakin
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional yang akan
memperkuat ketahanan nasional, kokohnya ketahanan nasional akan mendorong
lajunya pembangunan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
- Adanya keseimbangan antara bidang kependudukan akan berpengaruh kepada kuantitas dan kualitas SDM serta pertumbuhan ekonomi.
- Keberhasilan pengendalian penduduk saling tekait dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang rendah memungkinkan percepatan pertumbuhan ekonomi.
- Perubahan kondisi dari kuantitas dan kulitas SDM berpengaruh kepada kondisi pembangunan ekonomi.
- Meningkatnya perekonomian nasional akibat dari meningkatnya kualitas dan produktifitas penduduk berdampak kepada kesejahteraan dan keamanan masyarakat.
- Pembangunan nasional yang belum menempatkan bidang kependudukan sebagai dasar pembangunan atau konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan akan menjadi ancaman dalam pelaksanaan ketahanan nasional.
- Peningkatan kondisi ketahanan nasional bidang kependudukan dalam rangka penyiapkan SDM yang berkualitas dan tangguh, mutlak diwujudkan untuk menghadapi tantangan pada era globalisasi.
- Perubahan kondisi kuantitas dan kualitas SDM akan mendukung terciptanya Ketahanan Nasional dengan kata lain masyarakat kokoh, negara kokoh integritas nasional meningkat Kewaspaadan Nasional terjamin Pembangunan ekonomi meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar